Epos Ekologi: Sastra Untuk Alam dan Kebudayaan
PENDAHULUAN
Alam dan kebudayaan menjadi landasan bagi keharmonisan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Dalam aspek ekologi, alam menjadi distributor alami untuk kehidupan manusia. Sebaliknya, manusia berusaha untuk berinteraksi dengan alam melalui kebudayaan. Seni, cerita rakyat, mitos, dan tradisi merupakan sebagian kecil dari hal tersebut. Oleh karena itu, ikatan emosional antara manusia dan alam tercermin sangat kuat dalam kebudayaan.
Pada era globalisasi seperti sekarang, hubungan antara alam dan manusia menjadi tidak seimbang. Kebudayaan manusia akan berganti akibat perubahan iklim, pencemaran lingkungan, penggunaan sumber daya alam yang berlebihan dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan perusakan alam. Akibatnya, alam mengalami degadrasi akibat perbuatan manusia yang telah meninggalkan nilai kebudayaan akibat arus globalisasi.
Saat ini, dampak terdekat akibat ulah buruk manusia terhadap alam adalah kabut asap. Kabut asap selalu menjadi masalah lingkungan yang tidak kunjung usai setiap musim kemarau di Indonesia, terutama Provinsi Jambi. Dampak kabut asap adalah jarak pandang menjadi terbatas, kualitas udara menjadi tercemar, dan resiko terkena penyakit ISPA. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Jambi menerangkan bahwa pada 4 September 2023 pukul 11.00 WIB kualitas udara di Kota Jambi sudah masuk ke dalam kategori tidak sehat (Almunanda/detikNews, n.d.).
Jika dilihat dari uraian diatas, arus globalisasi bukan hanya memudarkan kebudayaan suatu bangsa, tetapi memudarkan kebudayaan manusia untuk menjaga alam yang berakibat pada pergeseran nilai kearifan lingkungan dan nilai budaya yang telah ada. Oleh karena itu, nilai-nilai itu harus kembali tertanam pada generasi sekarang dan salah satu cara untuk menanamkan nilai itu ialah melalui karya sastra.
PEMBAHASAN
Karya sastra memuat pikiran pengarang yang berisi berbagai aspek kehidupan. Aspek-aspek tersebut akhirnya menjadi tema yang digunakan pengarang untuk berekspresi, menyampaikan pesan, hingga kritik terhadap berbagai hal. Salah satu tema ini adalah alam dan lingkungan. Karya sastra sendiri berfungsi sebagai media representasi sikap, pandangan, dan tanggapan masyarakat terhadap lingkungan disekitarnya. Sesuai dengan fungsinya, karya sastra memiliki potensi yang sangat besar untuk mengungkapkan gagasan mengenai lingkungan.
Keterkaitan antar manusia dan alam memunculkan karya sastra yang bertemakan lingkungan. Keterkaitan ini menjadi hal menarik dalam perkembangan sastra. Bagaimana tidak, isu lingkungan tidak akan pernah hilang dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya, karya sastra lama sudah memuat mengenai isu ini, mulai dari cerita rakyat, hikayat, legenda, syair, mitos, pepatah dan lain sebagainya. Akan tetapi, sastra lama biasa ditemukan dalam bentuk lisan. Karya sastra lama merupakan bagian dari foklor yang menjadi produk kebudayaan bagi masyarakat. Selain menjadi produk kebudayaan, foklor juga memiliki fungsi sebagai pedoman masyarakat, Haryanto (dalam Guruh & Kinanti, 2021).
Berdasarkan penelitian (Guruh & Kinanti, 2021) yang berjudul Nilai Karakter Peduli Lingkungan dalam Cerita Rakyat “Hikayat Kampung Hilang, Bakan Jati”, Provinsi Jawa Barat memiliki cerita rakyat yang berkaitan dengan alam, yaitu Hikayat Kampung yang Hilang, Bakan Jati. Cerita ini membuat asal-usul banjir bandang yang menenggelamkan Kampung Bakan Jati pada ratusan tahun yang lalu dan cerita ini berkembang di Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang. Pada penelitiannya, Hikayat Kampung yang Hilang, Bakan Jati memuat tema lingkungan dan nilai karakter peduli lingkungan.
Cerita rakyat Putri Tangguk merupakan salah satu sastra lama yang memiliki konteks dengan alam dan berkembang di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi (Irwan Rouf, Agus wahyodo, 2013). Putri Tangguk berkisah tentang seorang perempuan yang hidup bersama suami dan tujuh orang anaknya. Keluarga ini hanya memiliki sepetak sawah, tetapi padi milik keluarga itu selalu tumbuh subur. Namun, Putri Tangguk tidak bersyukur dengan semua karunia tersebut sehingga mengakibatkan hal buruk bagi dirinya sendiri. Amanat dari cerita ini adalah bersyukur dan jangan menyia-nyiakan hasil yang diberi oleh alam.
Saat ini, karya sastra modern dan kontemporer juga banyak mengangkat alam sebagai tematik yang dominan. Tematik ini menjadi inspirasi yang kemudian diolah oleh sastrawan sehingga menghasilkan karya sastra dengan bentuk yang beragam, mulai dari puisi, prosa, dan naskah drama. Dengan karya sastra, pengarang menyampaikan kritik, baik secara tersirat, maupun secara gamblang terhadap perilaku buruk manusia yang terus merusak alam.
Merujuk pada penelitian (Syarif, 2022) yang berjudul Kearifan Lingkungan Desa dalam Novel Indonesia Mutakhir : Kajian Ekokritik Sastra, pengarang-pengarang Indonesia telah banyak menjadi lingkungan sebagai ide atau gagasan pada novel mereka. Dalam penelitian ini, novel dengan tema lingkungan dan memuat nilai kearifan lingkungan dari berbagai masyarakat dan daerah di Indonesia, yaitu novel “Jendela Seribu Sungai” karya Miranda Seftiana dan Avesina Soebli , novel “Anak Rantau” karya Ahmad Fuadi, serta novel “Pejalan Anarki dan Jalan Pulang” karya Jazuli Imam.
Pengarang atau sastrawan Provinsi Jambi juga memiliki kontribusi besar dalam mengangkat tema lingkungan dan alam pada karyanya. Terbukti dari penerbitan antologi cerpen Buntung, pengarang atau sastrawan menuangkan ide, gagasan dan kritiknya terhadap lingkungan dalam bentuk prosa. Buntung sendiri merupakan antologi bersama dari ajang menulis cerpen yang digagas oleh Salim Media Indonesia dan mengangkat kerusakan lingkungan sebagai tematiknya (Buntung : Cerpen Pemenang Lomba Cerpen Salim Media Indonesia, 2016).
Tematik itu dapat terlihat jelas pada cerpen “Buntung” karya Tommy Pandiangan. Tommy mengangkat isu pembalakan liar yang menjadi suatu tragedi sosial dalam kehidupan dan menyampaikan kritik keras terhadap perbuatan buruk cukong-cukong kayu. Selain “Buntung”, Titas Suwanda juga menyampaikan kritik keras terhadap aktivitas penambangan pasir ilegal yang berdampak buruk bagi Sungai Batanghari melalui cerpen “Bungin”. Secara ekologi sastra, kritik-kritik itu menunjukan bentuk kepedulian pengarang terhadap lingkungan sekitarnya.
Selain prosa, naskah drama bertemakan lingkungan juga dapat ditemukan di Provinsi Jambi. Menggugat Jalan Setapak karya Didin Sirojuddin dan Celebau karya Oky Akbar merupakan beberapa naskah drama dengan tema lingkungan yang ada di Provinsi Jambi. Menggugat Jalan Setapak (Sirojuddin, 1996) mengisahkan mirisnya kehidupan manusia di Bumi yang sudah tercemar limbah. Akibatnya, manusia terpaksa menggunakan egrang untuk berjalan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak terkena limbah yang ada di tanah. Sementara itu, Celebau (Akbar, 2023) memuat kritik terhadap aktivitas pembabatan hutan dan pengerukan tanah yang ada di bukit secara terus menerus sehingga mengakibatkan tanah longsor. Bukan hanya itu, Celebau juga menghadirkan upacara adat sebagai unsur kebudayaan. Tema kedua naskah ini terolah secara baik oleh para pengarang dan tidak hanya berfokus pada lingkungan, tetapi aspek lain dalam kehidupan juga ikut hadir didalamnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan analisis, karya sastra dapat menjadi solusi untuk pelestarian alam dan kebudayaan yang ada di Indonesia, terutama Provinsi Jambi. Sebagai kritik terhadap kerusakan lingkungan, karya sastra berperan penting untuk menyadarkan dan menanamkan nilai-nilai lingkungan kepada khalayak umum, khususnya generasi muda. Selain itu, karya sastra juga dapat menjadi produk kebudayaan yang memuat berbagai aspek dan menjadi identitas kultural bagi suatu masyarakat. Sejalan dengan itu, bahasa juga memiliki peran penting dalam penciptaan suatu karya sastra. Bahasa membantu menciptakan narasi yang baik agar pesan tersebut dapat dirasakan oleh pembaca atau pendengar.
Sebagai akhir, Seloko Rimbo (Muhammad Adib Alfathin, 2018) akan menjadi penutup tulisan ini,
“Ngalimat sebelum abieh, Baingat sebelum keno.”
REFERENSI
Akbar, O. (2023). Naskah Drama Celebau. Taman Budaya Jambi.
Almunanda/detikNews, F. (n.d.). 5 Hal Diketahui soal Kabut Asap Jambi 2023. detikNews. Diambil 11 November 2023, dari https://news.detik.com/berita/d-6916743/5-hal-diketahui-soal-kabut-asap-jambi-2023
Buntung : Cerpen Pemenang Lomba Cerpen Salim Media Indonesia. (2016). Salim Media Indonesia.
Guruh, G., & Kinanti, K. P. (2021). NilaiKarakterPeduliLingkungandalamCeritaRakyat “HikayatKampungHilang,BakanJati.” Prosiding Seminar Nasional Sastra, Lingua, Dan Pembelajarannya (Salinga), 1.
Irwan Rouf, Agus wahyodo, S. ananda. (2013). Rangkuman 100 cerita rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke (A. Wahadyo (Ed.)). Anak KIta.
Muhammad Adib Alfathin, N. M. (2018). IMPLIKASI SELOKO RIMBO SEBAGAI KONVENSI ORANG RIMBA DALAM UPAYA PELESTARIAN HUTAN TAMAN NASIONAL BUKIT DUA BELAS JAMBI. 2.
Sirojuddin, D. (1996). Naskah Drama Menggugat Jalan Setapak. Taman Budaya Jambi.
Syarif, N. A. (2022). Kearifan Lingkungan Desa dalam Novel Indonesia Mutakhir: Kajian Ekokritik Sastra. Madah: Jurnal Bahasa dan Sastra, 13(1). https://doi.org/10.31503/madah.v13i1.412
Agung Syahputra adalah seorang pemuda asal Talang Bakung yang memiliki darah Palembang. Ia memiliki impian untuk menjadi kepala keluarga seperti Aldi Taher. Kesehariannya bisa dilihat di @ano_xye (Instagram).