GJLS: Film Gak Jelas yang Justru Paling Jelas Bicara Soal Kita
Film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu mungkin tampak seperti komedi absurd yang penuh kekacauan. Tapi justru di situlah kekuatannya. Di balik lelucon slapstick, improvisasi ngawur, dan alur yang tak bisa ditebak, film ini memotret realitas kita yang sama-sama “gak jelas”: negara yang bingung arah, masyarakat yang sering pura-pura waras, dan sistem sosial yang berjalan ala kadarnya.
Disutradarai oleh Monty Tiwa, film ini dibintangi trio GJLS Rigen Rakelna, Ananta Rispo, dan Hifdzi Khoir, serta didukung oleh aktor dan aktris papan atas seperti Bucek Depp, Nadya Arina, dan Luna Maya. Film ini mulai tayang pada 12 Juni 2025, dan hanya dalam lima hari berhasil mencatatkan 368 ribu penonton di 403 layar seluruh Indonesia. Bahkan, menurut Tempo.co, film ini menjadi film terlaris sepanjang akhir pekan. Ini sebuah capaian luar biasa untuk film lokal bergenre komedi tragis.
Tidak Jelas Tapi Penuh Makna
Judul “Ibuku Ibu-Ibu” mungkin membuat sebagian orang bertanya-tanya: ini film tentang apa? Tapi justru dari kebingungan itu, kita disadarkan bahwa itulah kenyataan kita hari ini. Banyak hal terlihat rapi di permukaan, tapi sebenarnya semrawut. Banyak orang mencari figur yang bisa diandalkan baik itu ibu, pemimpin, atau system, tapi yang ditemukan justru ilusi, manipulasi, atau absurditas.
Cerita film ini mengikuti tiga saudara: Rigen, Hifdzi, dan Rispo. Masing-masing punya masalah personal yang tidak kecil. Ada yang kehilangan pekerjaan, terlilit utang karena judi online, sampai jadi pawang hujan yang gagal total. Setelah kematian ibu mereka, sang ayah-Tyo, diperankan oleh Bucek Depp justru ingin menikah lagi dengan penghuni kos bernama Feni – Nadya Arina, yang bekerja sebagai sales promotion girl. Kecurigaan dan kekacauan mulai muncul, dan film ini pun bergulir dalam rentetan kejadian yang “nggak masuk akal”, namun akrab dengan keseharian kita.
Para Aktor yang Melepaskan Ego
Yang menarik, para aktor di film ini tidak tampil untuk terlihat keren atau sinematik. Tidak ada pencitraan. Tidak ada drama mewah. Semua tampil berantakan, lugu, dan kadang memalukan, tapi jujur. Improvisasi dibiarkan mentah. Dialog tidak selalu logis. Tapi justru dari ketidakteraturan itu, penonton bisa menangkap makna yang lebih dalam: beginilah hidup di negeri yang serba gamang.
Kita sering kali bingung antara bercanda dan serius. Antara etika dan pragmatisme. Antara kritik dan ejekan. Dan film ini menangkap itu semua dalam bentuk narasi yang liar dan jenaka.
Kritik Sosial di Balik Komedi
Ada banyak hal yang disindir dalam film ini:
- Judi online yang menjebak generasi muda,
- Pekerjaan malam yang selalu dipandang negatif tanpa melihat konteks sosialnya,
- Stigma terhadap SPG dan perempuan kelas bawah,
- Disfungsi keluarga,
- Hingga fenomena moralitas palsu yang sering didengungkan oleh masyarakat, tapi dijalankan setengah hati.
Film ini tidak menawarkan solusi, tidak pula menyuapi penonton dengan pelajaran hidup yang muluk. Ia hanya memperlihatkan: beginilah kenyataan kita. Kadang menyakitkan, tapi lucu. Kadang lucu, tapi menyakitkan.
Kenapa Film Ini Layak Ditonton?
Di tengah dominasi film yang bersolek demi terlihat cantik di layar, GJLS: Ibuku Ibu-Ibu hadir seperti tamparan yang membangunkan. Ini bukan film yang rapi, bukan pula film yang mudah dipahami. Tapi justru karena itu, ia terasa jujur.
Film ini bukan hanya untuk penggemar komedi. Ia untuk siapa saja yang pernah merasa kehilangan arah, tidak percaya sistem, atau sekadar lelah dengan hidup yang terlalu banyak absurditas. Ini film untuk kita semua yang tertawa bukan karena bahagia, tapi karena sudah terlalu sering kecewa.
GJLS: Ibuku Ibu-Ibu adalah film yang tidak jelas secara bentuk, tapi jelas secara maksud. Ia tidak sempurna. Tapi justru ketidaksempurnaannya mencerminkan realitas kita yang juga tidak ideal.
Dalam GJLS: Ibuku Ibu Ibu, kita diajak menertawakan hal-hal yang sebetulnya tidak lucu. Tapi justru di sanalah letak kekuatan film ini. Ia membuat kita merasa akrab dengan absurditas, dan diam-diam, membuat kita bertanya: “Apa selama ini kita juga sedang hidup dalam film yang gak jelas?”
Jawabannya mungkin iya. Tapi, setidaknya kali ini kita tahu bahwa kita tidak sendirian. Dan siapa tahu, setelah menonton film ini, kita bisa mulai belajar membedakan mana yang sekadar lucu, dan mana yang sungguh-sungguh menyedihkan.
Tontonlah film ini bukan hanya untuk tertawa, tapi juga untuk melihat diri sendiri dan mungkin, diam-diam, belajar menerima kenyataan bahwa negeri ini memang kadang cuma bisa ditertawakan.
Catatan Referensi:
- Data jumlah penonton & kutipan resmi diambil dari laporan Tempo.co, “Film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu Hari ke-5 Raih 368 Ribu Penonton” (Tempo, 17 Juni 2025).
- Informasi pemeran dan sutradara dikutip dari Amadeus Sinemagna dan Instagram resmi @GJLSEntertainment.
Juni 28, 2025 @ 8:51 am
terus meramu kata-katamu yaa. sederhana, lugas, bermakna, dan diksi yg cantik. aku akan menjadi penikmat tulisanmu kakkkkk🌻