KOK SEKARANG TAMAN BUDAYA JAMBI (TBJ) KALAU ACARA BESAR DI SANA PARKIRANNYA BAYAR? KAMI YANG MAU LATIHAN BERSAMAAN DENGAN ACARA TERSEBUT, BAYAR JUGA? (SEBUAH OPINI DAN CERITA YANG MUNGKIN ”TENDENSIUS”)
Orkas tukang parkir ada kok yg baik. Yaitu ormas tukang parkir yg mati.
TENTANG TAMAN BUDAYA KALI INI SECARA SINGKAT
Secara simpel Taman Budaya Jambi (TBJ) menjadi tempat nongkrongnya para seniman, serta berlatih ria di sana. Tempatnya luas dan nyaman, pondokan untuk latihan tersedia gratis untuk siapa saja yang berlatih di sana, siapa yang cepat dia yang dapat.
Hal ini terbukti pada tanggal 23 sampai 25 Juli 2024 Taman Budaya Jambi menggelar sebuah perhelatan besar yaitu Temu Karya 2024. Acara dibuat sangat menarik dengan menggunakan panggung yang berada di luar (Di antara Gedung Pertemuan dan Gedung Teater Arena) dengan ada beberapa bazar atau stand “jualan” yang berada di depan Taman Budaya Jambi. Acara tersebut menampilkan kelompok seni dari masing-masing kabupaten kota yang ada di Provinsi Jambi.
Namun permasalah bukan di acaranya
KEHADIRAN PARKIR INI
Untuk beberapa orang yang tidak sering datang ke sana, masalah ini mungkin dianggap biasa saja. Namun, bagi mereka yang rutin mengunjungi Taman Budaya Jambi (hanya sekedar bermain atau latihan) situasi ini bisa sangat membuat risih. Mereka yang sering berada di lokasi (sebagai pengguna atau pengunjung fasilitas) tersebut tentu lebih peka terhadap berbagai perubahan dan permasalah yang terjadi.
Entah ini kebijakan atau apa, tapi hal ini sangat membuat Taman Budaya Jambi menjadi sesuatu berbeda bagi “kami yang sering berada di sana”. Kenapa seperti itu? karena hal mengacau apa yang sudah ada.
Setiap ada acara “besar” dengan perhelatan yang lumayan megah, Taman Budaya Jambi selalu menggratiskan lahan parkirnya dan membebaskan para pengunjung acara untuk parkir di tempat yang tersedia asalkan rapi.
Namun dalam beberapa acara belakangan ini, sudah muncul orang-orang yang katanya warga setempat yang mulai mengambil alih untuk “mengatur parkir pengunjung” saat acara besar di Taman Budaya Jambi.
Mereka menguntaikan Police line di depan gerbang masuk, di antara pos satpam dan sebuah pohon kecil di depan gerbang tersebut. Jadi, motor akan di taruh di samping kiri pos satpam di dekat tumpukan sampah dan di depan lapangan, sedangkan mobil ditaruh di dalam lapangan.
JADI APA PERMASALAHANNYA
Saat acara Temu Karya kali ini digelar, para “pengelola parkir ini” memukul rata semua orang yang datang di sana. Mereka tidak mau tahu siapa kalian dan apa keperluan kalian di sana. Karena tali police line siap menghadang kalian di depan dan menanyakan “mau kemano bang?” hingga akhirnya mengalah atas nama “bukan panitia”
Sebelum acara temu karya dimulai, bahkan saat pengisi acara masih melakukan gladi resik, kami diminta untuk memindahkan kendaraan yang berada di depan gedung teater arena ke jalan di antara pagar taman budaya dan lapangan. Namun, yang sangat mengejutkan adalah setelah memindahkan kendaraan itu, kami tidak bisa pergi begitu saja. Ternyata, ada dua orang (kalau tidak salah) mendatangi dan menagih uang parkir, padahal kami sudah di sana sejak pagi, sebelum mereka muncul.
Di hari kedua acara Temu Karya, juga bertepatan dengan latihan setelah meliburkan diri selama empat hari, sementara pementasan tinggal dua minggu lebih kagi. Latihan kali ini bertepatan dengan acara tersebut. Tempat parkir yang biasa digunakan karena ada satu stand bazar di dekat pohon cemara kecil. Meskipun sebenarnya masih ada lahan parkir luas di pendopo panjang yang berada di depan, kami memilih untuk tidak mengganggu dan akhirnya mengikuti parkir yang disediakan di depan pos satpam.
Namun, masalah tidak berhenti di situ. Kami kembali dihampiri oleh seseorang yang menagih parkir, meskipun kami hanya ingin berlatih. Orang tersebut tidak mau tahu dan tetap mengharuskan kami membayar parkir dengan tarif yang sama, tanpa mempertimbangkan bahwa kami hanya akan berlatih.
Belum lagi ada kabar orang-orang yang menjaga parkir tersebut menaruh tarif “berkali-kali bayar”, salah satu informan menjelaskan bahwa ketika kita membayar di awal di siang harinya dan kemudian kita ingin keluar sore harinya, mereka akan meminta bayaran lagi dengan mengatakan “kan kalau sore beda lagi bang!”. Kalau boleh disebut perbuatan ini dalam bahasa Jambi adalah Negik.
AKHIRNYA ADU MULUT SEDIKIT
Memang. yang pertama datang pada saat itu adalah sutradara plus yang mengerti situasi di TBJ, sedangkan yang lainnya mungkin belum tahu bahwa parkir saat itu sudah berbayar dengan alasan ada acara besar sedang digelar. Penyamarataan yang dilakukan oleh tukang parkir ini sangat mengganggu (bagi orang yang mengetahui kehidupan di TBJ). Rasanya seperti harus membayar untuk latihan di TBJ, padahal sebelumnya tidak seperti itu.
Sedikit adu mulut pun tak bisa dihindari, terutama ketika salah satu tukang parkir mendatangi saya saat saya mengarahkan salah satu aktor ke pendopo panjang. Namun tukan parkir tersebut tetap beralasan bahwa kami “bukan panitia” dan “ini lagi acara”. Alasan-alasan tersebut jelas tidak bisa diterima begitu saja dan merugikan pengguna rutin seperti para seniman yang sering berlatih di TBJ (yang tidak memiliki kepentingan di suatu acara).
ADA STIKER UNTUK BEBAS PARKIR
Dengan adanya permasalahan ini, tentunya ada solusi yang diterapkan, yaitu pihak dari TBJ memberikan stiker bertuliskan “TBJ” sebagai tanda bahwa kami adalah “orang dalam” yang bebas dari parkir saat TBJ mengadakan acara besar. Namun, stiker ini malah menjadi pembatas dan mungkin dapat menciptakan perbedaan yang tidak diinginkan. Sebaliknya, stiker ini seolah mengikat kami pada sistem yang penuh pertanyaan mengenai apa yang terjadi antara individu dan pihak lain.
Alih-alih memberikan stiker untuk menandakan bahwa seseorang adalah bagian dari TBJ dan bebas dari biaya parkir selama acara besar, seharusnya ada penegasan yang lebih tegas untuk menghindari praktik “menegik” di tempat yang seharusnya bersifat umum dan dikelola oleh pemerintah. Karena sejak lama, tidak ada pihak ketiga (dan semestinya memang tidak ada) yang menjaga parkir dan memeras dengan dalih “cuma dua ribu tidak memiskinkan Anda”.