NANTI, SAAT ANGGI TIDAK MENCINTAIKU LAGI.
Karya Raa Tsania
“Cium aku sekali lagi.”
Aw, dialog itu pasti menggambarkan reka adegan yang kedengaran indah. Kelihatan indah. Kami saling menatap seolah pernah saling mencintai. Yang kemudian lampu-lampu redup, dan aku meninggalkan studio untuk merokok. Membawa abu rokok beterbangan di gang-gang menuju supermarket.
Tak lama kemudian, Andre, si sutradara menyusul. Dia duduk di kursi yang berseberangan denganku. Aku mengabaikannya, lanjut merokok. Alasanku mengabaikan Andre adalah karena aku tidak sedang ingin diganggu siapapun. Aku tidak mau dia meneliti apa yang sedang aku pikirkan, meski boleh jadi dia hanya mau mengajakku membahas pekerjaan yang belum sepenuhnya selesai. Andre juga tidak menyapaku selagi duduk, seperti tahu jika ingin bicara denganku, dia harus menunggu.
Aku mulai tenggelam di kursi, dilahap alunan musik dari angin. Pikiranku mulai melayang jauh, memikirkan apa yang selalu aku pikirkan belakangan ini.
Ada sebuah pertanyaan besar dalam kepalaku. Pernahkah kau terlibat perasaan rumit seperti, “Aku sudah tidak jatuh cinta. Aku tidak mau mengatakannya. Aku akan mati bila aku mengatakannya.”
Kedengarannya masalahku ini sederhana betul. Aku tidak jatuh cinta lagi pada pacarku. Aku merasa bosan. Aku mau meninggalkannya.
Tapi sebetulnya tidak begitu. Aku masih mencintai pacarku, Anggi, sangat amat cinta.
Aku masih mau duduk lesehan dengannya di pinggir sungai sambil minum sekoteng dan bercerita apakah kami masih saling mencintai. Meski sejujurnya, kata cinta itu kami sembunyikan di tangan masing-masing, menutupi mereka di belakang punggung.
Namun cinta itu bercerita sendiri lewat udara dan nafas yang kami ambil. Mungkin boleh tanyakan pada udara yang masuk dan bersinggungan dengan diafragma yang banyak kupakai untuk mengatur napas. Dia pasti sudah muak mendengar curhatan oksigen yang mampur itu.
Atau barangkali tanyakan pada paru-paru yang hobi sekali mengomel karena zat racun yang dia terima setiap hari, yang membuatnya selalu mau mengamuk. Namun, dia pasti tahu seberapa Aku mencintai Anggi.
Aku pun bingung kenapa cinta itu bisa mendadak hilang. Hipotesanya, mungkin sudah terlalu banyak ruang yang ditempati pada setiap organ tubuhku. Sehingga mereka menolak, pendatang. Mengusir cinta yang begitu berharga namun justru terbuang.
Aku merasa bersalah pada Anggi karena diam-diam aku kehilangan cinta kami dari tangan yang aku sembunyikan di belakang punggung. Pada waktu luangku, aku berusaha merunut waktu untuk mencari tahu apa alasan cinta bisa hilang dengan tenggelam dalam ribuan buku perpustakaan kota. Di sana, ada banyak saran mengembalikan keharmonisan hubungan. Namun, bukan itu yang aku cari. Tidak ada satupun jawaban yang aku butuhkan aku dapatkan di dalam buku-buku panduan mencintai pasangan. Tetapi, saat aku pulang, aku tidak kembali dengan tangan kosong. Cinta sudah kembali aku genggam dan siap kutelan sewaktu-waktu aku tiba-tiba berhenti mencintai lagi. Aku sudah kembali menggenggam cinta meski belum kutemu jawabannya. Walau agak mengherankan, aku menggenggam kembali cinta itu karena membaca buku tentang anatomi manusia.
Pikiranku melayang jauh sampai kejadian dua bulan lalu. Betul, itu kejadian dua bulan lalu. Aku masih serius menghabiskan waktuku berpikir dan mengenang, sampai akhirnya Andre menepuk pundakku dan mengganggu perjalanan jauh itu. Dia mengatakan mataku memutih karena menghirup rokok yang kuhembuskan sendiri. Aku terlihat seperti orang teler.
Aku memarahi Andre karena dia mengganggu perjalanan jauhku. Aku selalu senang mengenang bagaimana aku bisa mendapatkan cinta itu kembali agar aku takkan pernah kehilangan Anggi. Tapi Andre tampak sudah tak bisa menunggu lagi, mungkin karena aku berpikir terlalu lama. Dia mendengus marah, bergebu-gebu mengumpat.
“Aku betul-betul sudah muak kerja dengan kau, Borneo. Meski aku masih butuh uang untuk makan, aku tak lagi bisa kerja bersama mayat. Aku selalu merinding setiap kali kau minta aku merekam dan syuting di studio. Aroma bangkainya sungguh mengganggu. Aku betulan takut! Mau sampai kapan kau begini??” Oceh Andre terus merutuk. Dari ocehannya, hanya ada satu hal yang aku tangkap dan ingin jawab. Sampai kapan aku begini?
“Sampai Anggi tidak mencintaiku lagi.”
November 5, 2024 @ 6:56 am
plisss kisahnya kek ad kisah ak dikittt cokk klo di ringkas gtu ad ngena ny juga
November 5, 2024 @ 6:57 am
plis kisahnya klo kek dr artian katanya mirip kisah ak yg skrng wkwkw