Puisi-puisi Dimas Sanjaya
Algoritm
Bahkan, belum sempat lagi sebait puisi kutuliskan untukmu, namun kau sudah tinggalkan kopi hangat yang baru kuseduh malam itu.
Barangkali cerita-cerita kita di sore itu ialah pelampiasan dari siang bolong yang membakar masa depan anak-anak tunawisma di lampu merah dan kemudian sekonyong hujan terbirit-birit melanda kota kita.
Barangkali musim kemarau kali ini tak selalu buruk seperti katamu. Petugas jaga cuaca kali ini saja benar-benar tak bisa dipercaya. Ramalan cuaca yang disampaikannya tak selalu tepat, namun kita telah sepakat bahwa pada hidup, Tuhan yang berkehendak.
Itu barangkali tak sempat satu foto pun kita abadikan dalam perjamuan. Aku tak bisa berbuat apa-apa, tak bisa bergerak kemana-mana.
Namun, aku sungguh tak menyadari. Kau akan balik lagi ke pagi kemarin di sisa kenanganmu yang tak ada satu pun episode yang kauceritakan sore atau malam itu.
Jambi, Agustus 2024.
Artificial intelligence
Ketakutan yang paling hebat zaman sekarang bukan tentang teknologi, uang, atau otoritarianisme.
Tapi ini justru tentang sebuah pelayaran. Kau yang coba naik di perahuku, lalu kau transit di kapalnya yang kandas karena tak bisa bersandar di pantai kita.
Jambi, Agustus 2024.
Notifikasi
Dalam degupku ada kalimat yang selalu memuat tanda tanya pada ragumu, yang tak selesai dalam perjamuan malam kita.
Demikian degap yang lantang dari tuturmu, ada kalimat aktif tanpa koma dan diakhiri titik. Dan benar-benar titik.
Jambi, Agustus 2024.
Puncak indrapura
Aku sudah berada di puncak paling tinggi pulau ini. Berlayarlah sampai jauh, tak perlu tinggalkan pesan lagi. Barangkali gunung lebih tabah dari pantai.
Jambi, Agustus 2024.