Puisi-puisi Nadhifa Zahroyani
JIWA
Yang hilang tak ‘kan pernah kembali.
Yang lenyap tak ‘kan muncul lagi.
Aku pun bertanya; “Di mana sang atma?”
Semesta hanya diam meninggalkanku tanda tanya.
Beribu kali aku berkata bukan kala mereka menerka;
Kayu yang rapuh itu bukan aku.
Daun yang gugur itu juga bukan aku
Bahkan aku pun tak tau seperti apa diriku.
Haruskah ku sebut aku ini batu? Entahlah
Atau haruskah ku sebut aku ini adalah tembok beton
yang berdiri di seberang jalan sana?
Lagi-lagi semua berakhir dengan entahlah.
Biarlah, biarlah, biarlah, kataku.
Biarlah semuanya membisu.
Biarlah aku sendiri yang mencari jiwaku.
Tanpa tahu di mana jiwaku.
PENDOSA
Lahir, lalu mati, lalu abadi.
Para pendosa yang kehilangan arah
Bergentayangan mencari Tuhan
Lalu ia menatap langit, tangannya menengadah memohon kebaikan-Nya.
Rapalan doa tak kunjung henti ia panjatkan,
dibayangkannya semua untaian doa itu menapaki puncak langit ke tujuh.
“Tuhan, terimalah ampunan dari pendosa yang kehilangan arah ini.”
Tuhan…
Ampuni hamba untuk terakhir kali ini lagi saja.
Tolong, Tuhan.
BERTAHAN, KEMATIAN
Dua pilihan datang ketika manusia dilahirkan
Setiap mata menyalang pada angan
Pada takdir, manusia diberi dua pilihan
Untuk memilih jawaban yang masih dirahasiakan
Di depan sana orang berlalu-lalang
Membawa setumpuk harap
yang entah berakhir dengan kesenangan atau kesedihan
Manusia diberi dua pilihan
Bertahan hidup dengan impian
Atau tenang dalam kematian
Nadhifa Zahroyani yang gemar menulis puisi sejak menginjak bangku kuliah. Kegemarannya yang lain adalah mencoba resep-resep kue yang hanya berhasil satu kali saja, selebihnya pasrahkan saja pada Yang Maha Kuasa. Silakan berkunjung ke akun media sosial Instagram @difaazr untuk interaksi lebih lanjut!