Puisi-puisi Wahyu Cristopan
SAJAK HANCURNYA DUNIA
Dunia ini telah hancur
Siapkan saja bekalmu sendiri
Pemimpin-pemimpin hanya beri makan egonya
Panglima-panglima sibuk poles selongsong peluru
Dan cukong-cukong masih rakus menguras emas
Dunia ini telah hancur
Tak ada lagi kedamaian
Kapal-kapal perang telah siap dengan rudalnya
Pesawat-pesawat tempur merupa Ababil
Dan mobil-mobil lapis baja serta mortir mengular
Dunia ini telah hancur
Jangan kau harap apa pada siapa
Buruh-buruh penuh peluh masih juga diperas
Petani-petani kehabisan beras
Di atas kursi empuk pejabat-pejabat terlelap pulas
: Di tengah hancurnya dunia, kepedulian menjadi suatu hal yang asing
Teater Art in Revolt, 150624
BAGAIMANA, SEMENTARA
Bagaimana bisa aku membenci lapar?
Sementara ia menawarkan kenikmatan
Bagaimana bisa aku membenci sakit?
Sementara ia menawarkan kebugaran
Bagaimana bisa aku membenci badai?
Sementara ia menawarkan langit yang biru cerah
Bagaimana bisa aku membenci matahari terik?
Sementara bersamanya kehangatan
Bagaimana bisa aku membenci kematian?
Sementara ia memberi kesempatan hidup
Bagaimana bisa aku membenci benci?
Sementara ia petunjuk adanya cinta
Teater Art in Revolt, 180325
MENUJU AKHIR
Genderang perang telah ditabuh, bumi mendidih
Langit koyak oleh taring-taring besi
Merah tumpah di tanah
Pemimpin menampakan sisi pongahnya
Adu siapa yang kuasa
Berlagak Tuhan diatas puing
Masa ini tipu daya makin samar
Lidah manis menyembunyikan belati
Tiap jiwa isi perut sendiri-sendiri
Kebenaran ‘kan temukan jalannya
Harap ‘kan terjawab
Dan segala perbuatan ‘kan terbalas
Teater Art in Revolt, 210625