CINTA
Bawah pohon beringin lelaki duduk termenung sendiri. Tatapannya melamun tajam ke lautan. Dia tatap bulan bersolek di samudra. Dirinya bersandar pada akar beringin yang menggantung. Tangannya memegang akar beringin itu dengan kuatnya. Baru beberapa menit kemudian dilepaskannya pegangannya itu.
Sudah beberapa hari setiap malam dia selalu duduk di bawah beringin tua itu. Sambil menunggu kabar dari kekasihnya, dia termenung duduk sendiri memikirkan nasib dirinya. Kenapa cinta begitu menyakitkan. Baginya cinta adalah daya hidup manusia. Tanpa cinta manusia akan mengering layu.
Sudah seminggu lalu dia berkirim surat kepada kekasihnya yang jauh di tanah seberang. Kekasihnya sudah berjanji akan datang ke tanah Jawa seminggu lagi. Makanya dia setia menunggu setiap malam agar selalu bisa menyambut kedatangan kekasihnya. Lautan selalu dingin setiap malam. Menambah beku hatinya dalam kekosongan.
Tetiba malam itu di tengah pasang air laut, dia melihat kapal datang akan mendarat. Dikiranya itu kekasihnya yang dia tunggu-tunggu. Kapal berwarna merah itu mendarat, dilihatnya banyak orang turun ke daratan bibir pantai. Bibir pantai yang putih pun tak membekas jejak telapak kekasihnya yang dinantinya itu. Tak ada kekasihnya yang turun kepadanya.
Dia makin lesu kehilangan semangat. Nampaknya memang kekasihnya seakan lupa akan janjinya. Dia buka kertas dari sakunya. Syair yang dia tulis buat kekasihnya. Yang satunya pun isinya sama sudah dikirimkan kepada kekasihnya.
Kepada kekasihku
Datanglah padaku kekasihku
Aku sudah menantimu semenjak aku cinta padamu
Juwitaku
Jikau kau datang aku pasti akan menyambutmu bagai Jusuf dan Juleha
Kekasihku
Aku begitu rindu
Begitu sangat aku merindukan kamu
Datanglah ke tanah Jawa
Aku selalu menantikanmu
Kepada juwitaku
Begitulah isi surat itu deberikan pada kekasihnya. Salinanya selalu dia bawa kemana-mana. Baik pada saat bekerja maupun pada saat sendiri salinan surat itu kepada dirinya sendiri. Supaya akan selalu ingat bahwa dia punya tujuan hidup. Dia punya janji pada seseorang.
Setelah membaca surat itu dia menangis sejadi-jadinya. Dia peluk akar beringin menangis tambah menjadi. Sedih bukan main hatinya. Sangat sedih sekali dan dia memukulkan kepalanya ke batang beringin. Dibenturkannya beberapa kali kepalanya ke batang beringin.
Dia memandang rembulan, dia berdoa meminta kekasihnya datang dan disatukan buat selamanya bersamanya. Dia ingin arungi hidup bahtera rumah tangga berdua bersama kekasihnya. Kekasihnya yang sangat dia cintai itu dia sangat harapkan akan kedatangannya. Di kalungnya dia buka liontin itu. Dia pandangi foto kekasihnya. Dia tambah menangis lagi. Tersujud tersungkur pada pasir. Sampai dia pingsan.
Pagi harinya, dia dicari seseorang. Mengkabarkan bahwa ada yang berkirim surat padanya. Dia segera baca surat itu. Dibacanya suratnya itu. Ternyata itu surat balasan dari kekasihnya. Dia tunggu-tunggu selama ini surat itu.
Kepada kekasihku
Kekasihku, kakanda, aku pasti datang
Sejak menerima suratmu aku sudah berangkat
Pergi ke tanah Jawa
Akan menyusulmu
Janganlah kamu berpaling hati
Jika surat ini sudah sampai duluan maka bacalah
Pahamilah kekasihku
Aku sudah datang dengan membawa suratmu sebagai bukti cinta kita
Rela aku jauh jauh datang ke tanah Jawa
Hanya demi kamu kekasihku, kakanda
Aku selalu rindu dan sayang padamu
Aku cinta padamu kakanda, kekasihku
Dari kekasihmu
Dia merasa hatinya tenang. Dia bersemangat sekali hari itu. Menurut perkiraannya sehari lagi kekasihnya tiba. Dia mulai menata pakaian yang bagus, minyak wangi, dan mencukur rambutnya yang memanjang ke bahu.
Ternyata benar, sehari kemudian kekasihnya datang. Sudah sampai ke tanah Jawa. Kepada kekasihnya. Dipeluknya kekasihnya erat. Diciumnya dan digandenganya. Ditunjukkannya pohon beringin tempatnya berteduh dari kesedihan. Kekasihnya yang baru datang itu ikut menangis pula. Tahu akan beratnya cinta.
Dibawanya kekasihnya itu ke rumah orang tuanya. Dengan tatapan bahagia orang tuanya menyambut wanita yang cantik itu. Orang tuanya duduk dan mulai bertanya-tanya pada wanita itu. Entah kenapa tiba-tiba perasaan lelaki itu jadi tak menentu.
“Kamu darimana, nak?”
“Saya dari tanah seberang.”
“Ada hubungan apa dengan anakku?”
“Saya kekasihnya.”
Orang tuanya seakan terdiam. Tatapannya berubah. Suasana jadi beku dan serius. Orang tuanya kaget mendengar wanita itu jauh dari seberang. Dan pertanyaan kenapa dia rela sampai jauh-jauh datang ke sini.
“Kamu masih lajang?”
“Saya janda anak satu.”
“Ha?”
Seakan tersentak keget kedua orang tuanya. Orang tuanya lalu berlalu pergi dari kursi. Anaknya dipanggilnya ke dalam. Menyisakan wanita itu sendirian di kursi. Suasana tambah beku dan gemetaran.
“Kamu itu seenaknya sendiri, mau memalukan muka orang tua?”
“Tidak, tapi saya sudah berjanji akan menikahi dia.”
“Tidak.”
“Dia rela jauh dari tanah seberang hanya demi saya.”
“Tidak.”
“Kalau tidak saya akan pergi dari rumah ini.”
“Kamu memalukan muka ornag tuamu.”
Dia segera beranjak pergi menggandeng kekasihnya. Mengemasi pakaian dan meninggalkan rumah. Dibawanya kekasihnya itu pergi dari rumah yang seakan rumah penjara baginya. Dia sudah berlaku baik dan jadi anak yang baik. Tapi gengsi dan rasa tinggi hati orang tuanya sudah membawanya menjadi anak yang penuh penderitaan.
Orang tuanya seakan tidak mau mengerti anaknya. Hanya rasa tinggi hati dan mimpi yang terlampau tinggi yang dibebankan pada anaknya. Tanpa memandang bahwa anaknya punya kemampuan dan keterbatasan. Itulah orang tua yang durjana yang sebenarnya menenggelamkan anaknya pada lumpur kesengsaraan hidup-hidup.
Anaknya sudah berumur hampir 30 tahun. Itu pun belum menikah. Sudah beberapa kali dijodohkan tapi tidak berhasil. Orang tuanya selalu ingin anaknya dapat wanita cantik, anak orang kaya, dan sarjana. Tetapi tidak tahu kalau anaknya sendiri punya kelemahan dan kekurangan.
Memang benar putusan anaknya untuk pergi meninggalkan rumah. Saat anaknya pergi meninggalkan rumah, orang tuanya malah seakan murka dan mengkutuk anaknya dengan lantang. Tetapi anaknya tidak peduli. Dia hidup tidak dari orang tuanya. Orang tuanya selalu mengekang dia dalam penjara hidup dan melaparkan anaknya dalam kemiskinan.
“Kusumpahi kamu hidup sengsara. Tidak akan lama.”
Itu sumpah orang tuanya pada anaknya. Tetapi dia tidak takut. Allah maha tahu. Tahu mana yang baik dan mana yang benar. Allah tidak akan meninggalkan hambanya dalam kesengsaraan dan tidak akan mengazab hambanya karena pilihan yang tepat baginya.
Lelaki itu tahu bahwa hanya wanita itu yang mencintainya. Wanita yang jauh dari tanah seberang rela membuktikan cintanya untuk dirinya. Dirinya tetap teguh hati untuk bersama berdua bersama kekasihnya. Akhirnya dia menikah dengan mahar seratur ribu dan dinikahkah dengan wali hakim. Dia berdua hidup di kontrakan seadanya. Menjalin janji yang sudah dan harus ditepati.